KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat ALLAH SWT, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai ALIRAN
WAHABI DAN SALAFI.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Pekanbaru,
03 Desember 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata pengantar ............................................................................................................ i
Daftar isi ..................................................................................................................... ii
Bab
I pendahuluan
...................................................................................................... 1
A. Latar belakang
.................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah
............................................................................................. 2
C. Tujuan penulisan
....................................................................................
……. 2
Bab II Pembahasan....................................................................................................... 3
A. Sejarah
kemunculan Salafi Wahabi............................................................. 3
B. Mengenal
Salafi............................................................................................ 6
C. Salafi nama lain dari
Wahabi……………………………………………… 7
D. Perjalanan Dakwah Muhammad Ibnu
Abdul Wahab……………………... 8
E.
Pemikiran Ajaran Salafi Wahabiyah……………………………………. 9
F.
Kerancuan Konsep dan Manhaj Salafi Wahabiyah……………………... 10
Bab
III Kesimpulan…………….................................................................................... 12
Daftar
pustaka
............................................................................................................... 13
TEOLOGI SALAFI-WAHABI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang Salafi Wahabi, memang sangat menarik.
Bagaimana tidak ? sekte yang satu ini begitu berani mengklaim dirinya sebagai
faham atau aliran yang paling benar, paling murni, paling bertauhid, dan paling
mengikuti Rasulullah saw. Meskipun bertolak belakang dengan kenyataan dan
banyak berbenturan dengan Al-Quran dan Hadis-hadis shahih.
Di mana kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat
bermaksud untuk menghidupkan kembali ajaran ulama salaf untuk
menyelamatkan umat dari amukan dan badai fitnah yang melanda dunia Islam hari
ini. Acapkali gerakan ini menegaskan bahwa kelompok yang selain mereka tidak
ada jaminan memberikan alternatif .Tidak jarang juga mereka mengklaim bahwa
golongan yang selamat yang dinubuatkan oleh Nabi Saw adalah golongan mereka.
Selain itu, aliran ini juga merasa paling berhak dalam menafsirkan Al-Quran dan
Hadis semaunya, merasa dialah yang paling benar dan yang lain salah, menganggap
pemahaman umat Islam tentang agama selama ini keliru, pandangan bahwa kebenaran
itu Allah dan hanya Dia yang berhak memvonis sesat.
Oleh karenanya, Salafi Wahabi akan selalu berkata,
“Berdasarkan firman Allah……” atau Berdasarkan sunnah-sunnah Rasulullah
saw…..” sedangkan pengikut para ulama mayoritas (kalangan Ahlussunnah wal
Jamaah) sering berkata, “Menurut Imam an-Nawawi di dalam kitab beliau….. atau
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya……” atau Telah disebutkan oleh Imam
as-Subki di dalam kitab beliau……” atau “Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami di
dalam kitab beliau berkata…..” dan lain sebagainya.
Tentu saja, konsekuensi dari klaim ini adalah menafikan
kelompok yang lain. Artinya bahwa kelompok mereka yang benar selainnya adalah
sesat (itsbat asy-syai yunafi maa adahu). Kalau kita mau berkaca pada
sejarah, gerakan ini sebenarnya bukan gerakan baru atau telah sejak lama ada.
Mereka bermetamorfosis dari gerakan pemurnian ajaran Islam Wahabi yang
dikerangka konsep pemikirannya oleh Ibn Taimiyah yang kemudian dibesarkan oleh
muridnya Muhammad bin Abdul Wahab.
Gerakan aliran Wahabiyah sendiri yang didirikan oleh
Muhammad bin Abdul Wahab berkembang setelah mendapat perlindungan dari dinasti
Su’ud yang berkuasa di Arab Saudi saat ini dan bahkan dijadikan sebagai doktrin
resmi di negara tersebut. Pertemuan aliran ini dengan kekuasaan (politik)
menjadi sangat menarik mengingat bagaimana aliran ini bisa bertahan dari dulu
hingga sekarang. Dan untuk memahami hal tersebut, maka perlu diuraikan
bagaimana latar belakang kemunculan aliran ini, siapa tokoh pendirinya, dan
bagaimana doktrin-doktrinnya.
B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan pemaparan latar belakang yang dikemukakan, maka pokok
kajian makalah ini adalah SEJARAH
WAHABI YANG DITINJAU DARI KEMUNCULAN, TOKOH-TOKOH DAN AJARAN-AJARANNYA.
Agar kaijan makalah ini dapat terarah dan sistematis maka, maka masalah pokok
diatas dikembangkan menjadi 3 (tiga) sub bahasan sebagai berikut :
- Bagaimana latar belakang
kemunculan Salafi Wahabi?
- Siapa tokoh pendiri aliran
Salafi Wahabi?
- Bagaimana pemikiran-pemikiran
atau ajaran-ajaran Salafi Wahabi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini :
- Untuk mengetahui bagaimana
latar belakang kemunculan aliran Salafi Wahabi
- Untuk mengetahui tokoh-tokoh
aliran Salafi Wahabi
- Untuk mengetahui
pemikiran-pemikiran aliran Salafi Wahabi
- Untuk mengetahui konsep
dan manhaj Salafi Wahabi
Diharapkan
bisa menjadi bahan bacaan dan rujukan khususnya para mahasiswa Islam
untuk mengkaji dan mengetahui perkembangan gerakan keagamaan
sehingga mampu mengungkapkan kebenaran yang sudah jelas-jelas benar dan
tidak ada lagi keraguannya. Juga dalam mengungkapkan kebatilan yang sudah jelas-jelas
batil, yang sudah ditetapkan oleh Manhaj Ilmi yang telah menjadi kesepakatan
bersama sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.
BAB II PEMBAHASAN
Sejarah kemunculan Salafi Wahabi.
A. Sejarah Syekh
Muhammad Bin Abdul Wahab.
Wahabi adalah nama sebuah aliran yang dinisbatkan kepada
nama pendirinya yang bernama Muhammad ibnu Abdul wahab ibnu sulaiman
an-Najdi. Ia lahir di kota Ayinzzah yang terletak di wilayah Najd tahun
1115 hijriah ( 1703 Masehi) dan wafat tahun 1206 hijriah (1792 Masehi). Ia
wafat dengan umur sekitar 91 tahun.
Sejak kecilnya, Syekh Muhammad memiliki minat yang sangat
besar terhadap buku-buku Tafsir, Hadist, dan prinsip-prinsip keimanan (akidah).
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab
Hanbali, dia mempelajari fikih madzhab Hanbali dari ayahnya yang merupakan
seorang ulama Madzhab hanbali. ayahnya Syaikh Abdul Wahab juga seorang
qadhi (hakim). Selain itu dia mempelajari dari beberapa guru-gurunya. Dia
pernah mengaji kepada beberapa guru agama Mekah dan Madinah, diantaranya syaikh
Muhammad Hayat as-sindi, Syaikh Muhammad ibnu sulaiman al-Kurdi, dan lainnya.
Sejak perkembangan usianya yang masih remaja, syekh Muhammad
memandang kegiatan-kegiatan ibadah keagamaan penduduk Najd sebagai hal yang
menyimpang. Usai melaksanakan haji ke Baitullah dan melakukan ritus-ritusnya,
dia melanjutkan pergi ke madinah dimana syekh Muhammad menentang praktik kaum
muslim yang bertawasul kepada Rasullah saw. Kemudian dia kembali ke Najd, lalu
dari sana dia berangkat lagi ke basrah dengan maksud di mana setelah itu akan
meninggalkan Basrah menuju ke Damaskus.
Syekh Muhammad menetap beberapa lama di Basrah dan mulai
menentang praktik keagamaan yang dilakukan penduduk setempat. Akan tetapi,
penduduk Basrah mengusirnya dari kota mereka. Selama dalam perjalanan dari
Basrah menuju kota zubair, dia hampir saja binasa karena panas yang menyengat,
rasa haus, dan jalan yang panjamg sejauh mata memandang di gurun tandus padang
pasir. Tetapi seseorang dari kota zubair, yang melihat penampilan pakaian
jubah syekh Muhammad seperti seorang ulama, berusaha menyelamatkan hidupnya.
Dia memberi syekh setengah air, membopong lalu membawanya ke kota Zubair.
Syekh berkeinginan melanjutkan perjalanan dari Zubair ke
Damaskus, namun dia tidak mempunyai bekal yang memadai dan tidak dapat
mengusahakan biaya selama perjalanan, lalu mengubah tujuannya dan menuju ke
arah kota Ahsa. Dari sana dia memutuskan pergi ke Huraymalah, salah satu dari
kota-kota di wilayah Najd.
Saat itu tahun 1139 H, ayahnya, Abdul Wahab telah
dipindahkan dari kota Uyainah ke kota Huraymalah. Syekh Muhammad menemani
ayahnya dan mempelajari isi buku-buku dari ayahnya. Dia berencana mulai
berdakwah dengan menyampaikan penolakan terhadap keimanan penduduk Najd. Karena
alasan ini timbul ketidaksetujuan serta argumentasi dan perdebatan panas antara
ayah dan anak. Dalam persoalan yang sama, pertengkaran serius dan keras meledak
antara dia dan penduduk Najd. Pertengkaran ini berlangsung selama beberapa
tahun sampai ayah syekh Muhammad, yaitu syekh Abdul Wahab, meninggal dunia pada
tahun 1153 H.
Selain itu kakaknya yang bernama sulaiman bin ibnu wahab
mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas melalui dua bukunya, ash-Shawai’iq
al-ilahiyyah fi ar-Radd ‘ala al-wahhabiyah dan kitab fashlu al-kitab fi
ar-Raddi ‘ala Muhammad ibni Abdil Wahhab. Dia menulis buku tersebut karena,
melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran islam dan akidah ummat
secara umum. Terlebih lagi dari faham madzhab Ahmad ibnu Hanbal, madzhab
Ahlussunnah Wal Jamaah keempat yang banyak dianut oleh penduduk Najd, Saudi
Arabia, pada masa itu.
Karena Ajarannya yang meyimpang, ayahnya dan gurunya
mengingatkan masyarakat akan bahaya penyimpangannya. Mereka bertutur, “Anak ini
akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang yang Allah sengsarakan dan
jauhkan dari rahmatNya”.
Tokoh ulama terkenal, seorang mufti Makah yang hidup sezaman
dengannya, yaitu Muhammad ibnu Humaid, juga tidak pernah memasukan nama
Muhammad ibnu Abdul Wahab di dalam jajaran Hanabilah ketika dia menyebutkan
sedikitnya ada 800 nama ulama dan tokoh madzhab Hanabilah pada masa itu.
Padahal mufti tersebut turut memasukan nama ayahnya, yakni Abdul Wahab, dalam
jajaran para ulama dan tokoh madzhab Ahmad ibnu Hanbal, bahkan memuji kadar
keilmuannya.
Sejak wafat ayahnya, syekh Muhammad mulai bergerak
mendakwahkan keyakinan agamanya sendiri serta menolak praktik keagamaan para
penduduk. Sekelompok orang dari Huraymalah mengikutinya dan kegiatan dakwahnya
mendapatkan popularitas yang terkenal. Kemudian dia berangkat dari Huraymalah
menuju kota unaynah. Pada masa itu, Usman Bin Hamid adalah kepala kota Unaynah.
Usman menerima syekh dan menghormatinya serta membuat keputusan untuk
membantunya. Sebaliknya syekh Muhammad juga mengungkapkan harapan agar seluruh
pendududk kota Najd akan patuh kepada Usman bin Ahmad. Berita tentang seruan
dan kegiatan dakwah syekh Muhammad sampai kepada penguasa kota Ahsa. Penguasa
menulis sepucuk surat kepada usman. Konsekuensi dari penulisan surat itu adalah
bahwa Usman menyampaikan perintah agar syekh membubarkan aktivitas dakwahnya.
Syekh Muhammad dalam balasannya menjawab bahwa “jika engkau menolong saya, maka
engkau akan memimpin seluruh wilayah Najd”. Akan tetapi usman menghindar
darinya serta mengusirnya keluar dari kota Unaynah.
Tahun 1160 H, setelah dipaksa keluar dari kota Unaynah,
syekh Muhammad berangkat menuju kota Duriyyah (al-Dar’iyyah), salah satu kota
termasyhur di wilayah Najd. Saat itu Muhammad bin Mas’ud(datuk dari keluarga
saud) adalah Amir(penguasa) Dur’iyyah. Dia mendapat dukungan penuh Dan
memuliakan syekh serta bersikap sangat baik kepadanya. Syekh juga memberi janji
kekuasaan serta domonasi kepadanya atas wilayah seluruh kota di wilayah Najd.
Dengan jalan inilah, hubungan antara syekh Muhammad dan saud terjadi.
Kemudian, syekh Muhammad mulai
menyebarkan ajarannya di kota tersebut. Dia meyebarkan ajarannya dengan cara
masyarakat harus mengikuti ajarannya, jika masyarakat tersebut menolak maka
akan diperangi dan dirampas harta kekayaannya. Menyangkut harta rampasan perang
yang diambil syekh Muhammad dari kaum muslim di daerah itu, dia menggunakan
harta rampasan itu dengan cara sesuka hatinya.
Pada masanya, dia menghadiahkan hanya kepada dua atau tiga orang saja dari semua
harta rampasan perang, padahal jumlahnya sangat banyak. Tak peduli apa harta
rampasan itu, semuanya berada dalam kepemilikan Syekh, dan Amir Najd bisa
mendapatkan bagian dari harta rampasan perang itu dengan seizin Syekh. Salah
satu kerusakan yang terbesar selama masa kehidupan Syekh adalah dia telah
memperlakukan umat Muslim yang tidak mengikuti ajarnnya, yang namanya tercemar
ini, sebagai seorang kafir yang layak diperangi. Bahkan dia tidak memiliki
sopan santun sama sekali untuk menghargai nyawa dan harta milik mereka.
Singkatnya, Muhammad bin Abdul Wahab meyerukan kepada Masyarakat tentang tauhid
(monoteisme) namun tauhid yang keliru yang ia dakwahkan. Siapa saja yang taat
maka akan memiliki jaminan keselamatan sepanjang hidupnya, dan harta miliknya
akan diperhatikan. Sementara itu, orang lain, yang melarat kehidupannya, di
bunuh seperti orang kafir dan harta miliknya boleh diambil karena sesuai ajaran
agama adalah halal dan diperbolehkan.
Peperangan yang dilancarkan kaum Wahabi adalah perang di dalam serta di luar
Najd, seperti Yaman, Hijaz, daerah sekitar Suriah dan Irak yang merupakan
basisnya. Setiap kota yang mereka taklukkan lewat perang da berada dalam
kekuasaanya mereka., adalah halal dan sah, dan sesuai dengan ajaran agama
menurut pandangan mereka. Jika mereka mampu menaklukan, maka akan ditetapkan
sebagai hak milik mereka. Bila tidak, maka mereka membawa pulang harta rampasan
yang mereka jarah.
Siapa yang taat kepada ajarannya dan mendengarkan seruannya harus berbaiat
setia kepada dia. Bila memberontak, maka dibunuh dan hartamiliknya dibagi. Atas
dasar politik ini, contohnya dia membunuh tiga ratus laki-laki dari suatu
daerah kampung yang bernama fusul, yang terletak dalam wilayah kota Ahsa dan
menjarah harta milik mereka.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab wafat pada tahun 1206 H. Setelah wafatnya, para
penerusnya meneruskan kebijaksanaan politik ini. Seperti yang terjadi pada
tahun 1216 H/1802 M, Amir Sa’ud, yang penganut wahabi, memobilisasi suatu pasukan
bersenjata dengan kekuatan 20.000 ribu prajurit dan melakukan penyerangan ke
kota karbala. Mereka mengepung kota karbala, membunuhi penduduknya, menjiarahi
makam Imam Husein dan secara brutal membantai siapa saja yang mencoba
menghalangi mereka.
Salafi wahbi juga menyerang dan memberangus kota Thaif dengan alasan
membebaskannya dari kemusyrikan. Penyerangan ini terjadi pada bulan Dulqa’dah
tahun 1217 H/1803 M. Yang ketika itu kota Thaif berada di bawah
pemerintahan as-Syarif Ghalib, gubernur kota mekah. Di kota itu mereka membunuh
ribuan penduduk sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Yang paling biadab,
mereka turuk menymbelih bayi yang masih dipangkuan ibunya dan wanit-wanita
hamil sehingga tiada seorang pun yang terlepas dari kekejaman wahabi[1]. sesudah itu, mereka
melanjutkan kebrutalannya menuju Mekah pada tahun 1803 M-1804M (1218-1219 H).
Hal ini dinyatakn oleh pengkaji sejarah, Abdullah ibnu Syarif Husain dalam
kitabnya yang berjudul Sidqu al-akhbari Fi khhawariji al-Qarni ats-Tsani
‘Asyar. Sedangkan pengkaji sejarah berfaham Wahabi, Usman ibnu Abdullah ibnu
Bisyr al-hanbali An-Najdi ( dalam kitabnya ‘Unwan al-Majd fi Tarikh Najd)
meyatakan, prahara tersebut, diceritakan kezaliman Wahabi di tanah suci Mekah
diantaranya :
- Pada bulan Muharram 1220
H/1805M, Wahabi membunuh Umat islam yang sedang menunaikan Ibadah haji.
- Ibu-ibu penduduk kota Makah
dipaksa menjual hartanya untuk menebus kembali anak-anak mereka yang masih
kecil yang elah disandera oleh Wahabi.
- Penduduk Makah dilanda penyakit
busung lapar akibatnya kezaliman yang telah dilakukan oleh Wahabi.
Anak-anak dan orang tua mati kelaparan karena Wahabi telah merampas semua
harta umat islam Makah yang mereka klaim sebagai harta Ghanimah. Tidak
hanya itu mereka tidak segan-segan utuk membunuh siapa saja yang
menghalanginya.
Setelah menguasai kota Mekah, pada akhirnya bulan Dzulqa’dah
1220 H, mereka juga menguasai kota Madinah, mereka melabrak rumah Nabi Muhammad
saw, lalu mengambil semua harta benda yang ada di dalamnya. Mereka di sana
melakukan beberapa perbuatan keji dan sadis, sehingga menyebabkan banyak dari
kalangan ulama melarikan diri. Kemudian, mereka menhancurkan semua kubah di
pekuburan Baqi, seperti kubah Ahlul Bait (istri-istri nabi, anak keturunannya)
serta mereka mencoba untuk memusnahkan kubah baginda Rasullah Saw, namun ketika
mereka melihat di kubah tersebut terdapat lambang bulan sabit yang mereka sangka
terbuat dari emas murni, mereka mengurungkan niatnya. Sungguh maha suci Allah
yang telah memalingkan mereka dari perbuatan keji dan melampaui batas itu.
Selain kota-kota di atas Wahabi juga menyerbu beberapa kota di Arab seperti,
Kota Uyainah, membunuh Ratusan umat Islam di Ahsaa dan sekitarnya, menhancurkan
kota Riyad, membunuh, merampas harta penduduknya, dan membakar kitab-kitab,
membantai penduduk Qashim, Menyerang Kuwait, dan masih banyak kota-kota yang di
serbu oleh kelompok Wahabi.
B. Mengenal Salafi
Kata salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf.
Kata as-salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang mendahului atau
hidup sebelum zaman kita.adapun makna terminologis As-salaf adalah generasi
yang dibatasi oleh sebuah penjelasan Rasulullah Saw. Dalam
hadistnya,”sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang
mengikuti mereka (tabi’in),kemudian yang mengikuti mereka (tabi’
at-tabi’in).”(H.R.Bukhari dan muslim).
Bersasarkan hadis ini, maka yang dimaksud dengan As-salaf
adalah para sahabat Nabi Saw. Kemudian tabi’in (pengikut nabi setelah masa
sahabat), lalu Tabi’at Tabi’in(pengikut setelah nabi setelah masa tabi’in,
termasuk di dalamnya para Imam Madzhab karena mereka semua hidup di tiga abad
pertama sepeninggal Rasullah Saw.) oleh karena itu, ketiga kurun ini kemudian
dikenal juga dengan sebutan Al-Quran al-Mufadhdhalah (kurun-kurun yang
mendapatkan keutamaan-keutamaan). Sebagian ulama kemudian menambahkan label
ash-shalih- sehingga menjadi as-salafu ash-shalih untuk memberikan karakter
pembeda dengan pendahulu kita yang lain yang datang sesudah generasi tiga kurun
ini(yang kemudian dikenal dengan al-khalaf). Sehingga, seorang salafi berarti
seseorang yang mengaku mengikuti jalan para sahabat Nabi saw,tabi’in dan tabi
at-tabi’in dalam seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka.Pernyataan ini tampak
jelas bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan arti salafi, karena pada
dasarnya setiap muslim akan mengakuinlegalitas kedudukan para sahabat Nabi saw.
Dan dua generasi terbaik umat islam sesudahnya; tabi’in dan tabi at tabi’in.
C. “Salafi” Nama Lain dari Wahabi
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa Salafi adalah yang
mengaku mengikuti jalan para sahabat Nabi saw,tabi’in dan tabi at-tabi’in dalam
seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka. Akan tetapi pada saat ini penggunaan
istilah Salafi menjadi tercemari. Karena propaganda yang begitu besar, istilah
salafi saat ini menjadi mengarah kepada gerakan kelompok islam tertentu, di
mana kelompok tersebut melakukan klaim dan mengaku-ngaku sebagai satu-satunya
kelompok salaf. Kelompok yang sekarang mengaku-ngaku sebagai salaf ini dahulu
dikenal dengan nama Wahabi. Sewaktu di jazirah Arab mereka lebih dikenal dengan
Wahhabiyah Hanbaliyah. Namun ketika diekspor ke luar Saudi, mereka
mengatasnamakan dirinya Salafi.
Pada hakikatnya, mereka bukanlah Salafi atau para pengikut
Salaf. Mereka lebih tepat disebut Salafi Wahabi yakni pengikut Muhammad Ibnu
Abdul Wahab. Wahabi berganti baju menjadi Salafi atau terkadang “Ahlussunnah”
yang seringnya tanpa diikuti dengan kata “Wal Jamaah”, karena mereka merasa
risih dengan penisbatan tersebut dan mengalami banyak kegagalan dalam
dakwahnya. Hal itu diungkapkan oleh prof.Dr.Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam
bukunya, as-salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah La Madzhab Islami.
Dia mengatakan bahwa, Wahabi mengubah strategi dakwahnya yang bergabti nama
menjadi “Salafi” karena mengalami banyak kegagalan dan merasa tersudut dengan
panggilan nama Wahabi yang menisbatkan kepada pendirinya, yakni Muhammad Ibnu
Abdul Wahab.
oleh karena itu,
sebagian ulama menamakan mereka dengan Salafi atau Mutamaslif. Untuk menarik
simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung platform dakwah yang
sangat terpuji yaitu, memerangi Syirik, penyembahan berhala, pengkultusan
kuburan, dan membersihkan bid’ah dari khurafat, namun mereka salah kaprah dalam
penerapannya, bahkan dapat dibilang, dalam banyak hal mereka telah keluar dari
ajaran islam itu sendiri.
Diantara parasahabat Nabi, ulama Salaf, dan Imam Mujtahid (
Imam Syafe’i, Imam Hanapi, Imam Hambali, Imam Maliki, Imam Tsauri dan yang
lainnya) yang menyebut diri mereka dan para pengikutnya sebagi kelompok salafi.
Karena tidak ada satu pun yang menerangkan riwayat shahih yang sampai kepada
kita. Hingga para Imam Hadis sekalipun, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam
Abu Daud, Imam At-Tirmidzi, dan yang lainnya tidak ada yang menyebut dirinya
sebagi salafi.
Sebagai sebuah bahasa, kata “salaf” yang berarti pendahulu
sudah lama muncul dalam khasanah perbendaharaan kata dalam agama Islam, bahkan
sejak zaman Nabi saw, tetapi tidak untuk arti “sekelompok orang yang memiliki
keyakinan sama” atau sebuah madzhab dalam Islam.
Munculnya istilah “salafi” untuk menggelari orang yang
mengklaim dirinya sebagai satu-satunya penerus ajaran as-salafu ash-shahih
( para sahabat, tabi’in dan tabi at’tabi’in) itu, bukan dari para sahabat Nabi
saw, bukan dari para ulama salaf terdahulu, bahkan bukan pula dari para imam
ahli hadist. Nashiruddin al-Albani lah yang pertama kali mempopulerkan istilah
ini. Seiring dengan kelihaianya dalam mengaduk-ngaduk hadis, Albani sebagai
pendatang baru di ranah Wahabi, juga lihai dalam meracik nama baru untuk
me-refresh dan meremajakan faham yang kian memiliki image negatif di dunia
islam itu. Dia sangat berjasa bagi kelanjutan dakwah salafi Wahabi dengan ide
istilah “salafi’’-nya itu.
D.
Perjalanan Dakwah Muhammad Ibnu Abdul Wahab
Seperti yang kami jelaskan sebelumnya bahwa salah satu tantangan yang dihadapi
Muhammad Ibnu Abdul Wahab dalam menjalankan dakwahnya adalah dari keluarganya
sendiri, dimana ayah dan abangnya menentang keras dakwahnya dan bahkan abangnya
menulis buku sebagai kritik terhadap fahamnya yang nyeleneh dengan begitu
pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaaiq al-ilahiyah fi ar-Radd ala
al-Wahabiyah dan kitab Fashlu al-Kitab fi ar-Raddi ala Muhammad ibni Abdil
Wahhab.
Akan tetapi, sepeninggal ayahnya pada tahun 1153 H., ia mulai mendapatka angin
segar dan mulai leluasa untuk menebar kembali pesonanya. Muhammad Ibnu
Abdul Wahab memulai menjalankan dakwahnya di Basrah dan adapun sasaran dalam
menyuarakan kembali ajakannya yaitu di kalangan para awam yang lugu dan tak
tahu banyak tentang agama, sehingga mereka dengan mudah mau mengikuti ajakannya
dan mendukungnya. Dan setelah beberapa lama disana menetap ia mulai menentang
praktik keagamaan yang dilakukan penduduk setempat. Sehingga Muhammad Ibnu
Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian
ulama yang dituduhnya sesat yang menyebabkan penduduk Basrah mengusirnya dari
kota mereka. Sehingga dakwahnya tidak mendapat ruang ditengah masyarakat karena
banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi khususnya dikalangan para ulama
setempat Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri
Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.
Dan salah satu kelompok yang mendukung dan mengikuti kegiatan dakwahnya yaitu
kelompok dari Huraymalah. Sehingga Muhammad Ibnu Abdul Wahab memutuskan untuk
berangkat ke Huraymalah menuju kota Uyaynah. Pada masa itu, Usman bin Hamid
adalah kelapa daerah kota Uyaynah. Usman bin Hamid menyambut baik ide dan
gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung
perjuangan tersebut. Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di
kalangan masyarakat Uyainah maupun di luar Uyainah. Ketika pemerintah al-Ahsa’
mendapat berita bahwa Muhammad Ibnu Abdul Wahab mendakwahkan pendapatnya,
dan pemerintah ‘Uyainah menyokongnya, maka kemudian pemerintah al-Ahsa’
memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah ‘Uyainah. Hal ini rupanya
berhasil mengubah pikiran Usman bin Hamid ‘Uyainah. Ia kemudian memanggil
Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir
al-Ahsa’. Usman bin Hamid Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di
satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak
berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ahsa’. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan
antara syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad
harus meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain.
Ketika itu Muhammad
Ibnu Abdul Wahab pergi ke Dar’iyyah dan dijamu dengan sangat baik oleh Raja
Muhammad ibn Saud. Pada waktu itulah keduanya bisa saling memahami. Dar’iyyah
menjadi tempat bagi murid-murid Abd Al-Wahab yang belajar ke sana. Abd Al-Wahab
pun menduduki tempat yang terhormat. Dia selalu memberikan nasihat-nasihat
kepada Raja hingga kekuasaannya menjadi lebih besar daripada kekuasaan Raja.
Demikianlah, terjadi warna politik dalam gerakan Wahabiyah. Kedudukan Abd
Al-Wahabiyah pun tidak berubah selama beberapa tahun. Keluarganya menduduki
posisi penting dalam bidang fatwa dan pengajaran.
Abdul Aziz ibn Muhammad, penguasa dari keluarga Saud, adalah orang yang paling
dekat dengan Abd Al-Wahab. Dia sangat memegang teguh pemikiran dan
nasihat-nasihat Abd Al-Wahab. Dia jugalah yang menjadikan Abd Al-Wahab sebagai
orang pertama di kerajaan. Dari sinilah terjadi ikatan kuat antara Wahabiyah
dan Saudiyah. Karena Wahabiyah jugalah keluarga Saud mendirikan kerajaan mereka
yang pertama dan mencakup Gunung Syamr, Ihsya, Teluk Omman, Qatar, Bahrain,
Hijaz, Huran, dan daerah-daerah Irak tenggara. Namun, ketika itu, kekuatan
turki utsmani yang dikomandani oleh Muhammad Ali Pasya, memaksa keluarga Saud
keluar dari daerah Hijaz. Namun, kerajaan tersebut kemudian muncul lagi oleh
Raja Abdul Aziz pada tahun 1930-an. Karena Wahabiyah dijadikan sebagai rujukan
syariat oleh keluarga Saud, mereka kemudian menjaga dan membelanya dengan
gigih. Bahkan, mereka berinteraksi dengan kekuatan-kekuatan dan faham-faham
lain atas dasar faham Wahabiyah.
E.
Pemikiran Ajaran Salafi Wahabiyah
Sebenarnya, pemikiran-pemikiran Wahabiyah itu sesuai dengan
dasar-dasar ajaran islam yang shahih. Dengan demikian, tidak ada yang baru dari
pemikiran yang dibawa oleh Syaikh Muhammad ibn Abd Al-Wahab. Yang baru adalah
masyarakat tempat Muhammad ibn Abd Al-Wahab telah menyimpang dari ajaran-ajaran
islam yang shahih. Menurut sebagian orang, Wahabiyah memiliki kemiripan dengan
gerakan yang dulu pernah dilakukan oleh Ibn Taimiyah di negeri syam.
Ketika itu, Ibn Taimiyah membawa pemahaman yang isinya
mengembalikan umat islam kepada ajaran islam yang shahih, seperti tidak
mengambil berkah dari orang yang telah meninggal dan meminta kepada selain
Allah. Pada zamannya, pemikiran Ibn Taimiyah telah menyebabkan keresahan
masyarakat. Hal tersebut akhirnya menyebabkan Ibn Taimiyah harus dipenjara
beberapa kali hingga meninggal dunia dalam penjara dalam menyebarkan
pemikiran-pemikirannya di Huraimala.
Akidah-akidah yang pokok dari aliran wahabiyah pada
hakekatnya tidak berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiah.
Perbedaan yang ada hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa
persoalan tertentu. Akidah-akidahya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu
tauhid dan “bidat”.
Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian berikut :
1.
Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian
ia dibunuh.
2.
Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh,
termasuk golongan musyrikin.
3.
Termasuk dalam perbuatan musyrik memberikan kata pengantar dalam sholat
terhadap nama Nabi-Nabi atau wali atau Malaikat (seperti Sayyidina Muhammad).
4.
Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur’an
dan Sunah, atau ilmu yang bersumber akal pikiran semata-mata.
5.
Termasuk kufur dan Ilhadjuga mengingkari qadar dalam semua perbuatan dan
penafsiran qur’an dengan jalan ta’wil.
6.
Dilarang memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa
(wirid) cukup dengan menghitung jari.
7.
Sumber syariat islam dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan
sumber lain sesudahnya ialah sunnah Rasul.
8.
Pintu ijtihad tetap terbuka dan sipapun boleh melakukan ijtihad, asal sudah
memenuhi syarat-syaratnya
Hal-hal yang dipandang bid’ah oleh mereka dan harus
diberantas antara lain: berkumpul bersama-sanma dalam mau’idan, orang wanita
mengiring jenazah, mengadakan pertemuan Zikir, bahkan mereka merampas buku-buku
tawassulat,bahkan kegiatan sehari-hari juga dikategorikan dalam bid’ah seperti
rokok, minum kopi, memakai pakaian sutra bagi laki-laki, bergambar,memacari
kuku dll.
F.
Kerancuan Konsep dan Manhaj Salafi Wahabiyah
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, yang disebut salaf
adalah orang-orang islam yang hidup di tiga abad pertama setelah masa
Rasulullah Saw., diawali oleh masa sahabat dan diakhiri dengan atba’ tabi’
tabi’in. Demikianlah kurang lebih definisi tentang Salaf. Sebagaimana masyhur
adanya, Salafi Wahabiyah mengklaim, dalam memahami Al-Quran dan Sunnah, umat
Islam wajib memahaminya berdasarkan pemahaman salaf dan wajib mengikuti mazhab
salaf. Dengan klaim itu, secara lansung mereka telah menyatakan bahwa,
“pemahaman salaf adalah salah satu dalil syar’i yang wajib diikuti.
Klaim mereka ini mengandung dua kekeliruan besar. Kekeliruan
pertama, sesungguhnya salaf tidak pernah sama dalam memahami berbagai masalah
agama yang begitu komplek. Mereka tidak pernah berada dalam satu mazhab hingga
sah dikatakan Mazhab Salaf atau pemahaman salaf atau wajib memahami perkara
berdasarkan pemahaman salaf. Dalam kitab-kitab Hadis dan atsar, semisal kitab
al-Mushannaf karya al-Hafizh Abdurrazzaq dan Ibnu Abi Syaibah, terdapat
contoh-contoh yang begitu banyak tentang perbedaan salaf dalam memahami masalah
kkeislaman.
Kekeliruan kedua, dalam Al-Quran dan Sunnah
tidak ada satu dalil pun yang mewajibkan umat Islam untuk menanggalkan akal
yang telah Allah swt berikan kepada kita, juga tidak mewajibkan umat Islam
untuk tidak memahami Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman orang lain, selagi
seseorang bisa sampai kepada derajat pemahaman yang benar dan derajat ijtihad.
Bahkan, teks-teks Al-Quran dan Sunnah dengan begitu gamblang dan jelas
memerintahkan kita secara lansung untuk memahami segala perintah Allah dan
larangan-Nya tanpa melihat perbedaan. Lihatlah firman Allah Swt., yang begitu
banyak tentang “Ya ayyuhal-ladzina amanu”(wahai orang-orang yang
beriman)”. Redaksi ayat-ayat itu bersifat umum, dalam arti, ditujukan
kepada semua umat Islam yang beriman, baik salaf maupun yang khalaf baik umat
Islam terdahulu maupun Islam yang hidup belakangan sampai hari kiamat.
Orang-orang Salafi Wahabi mengklaim bahwa
pendapat-pendapat dan perkataan-perkataan yang mereka sampaikan adalah Mazhab
Salaf yang karenanya umat Islam tidak boleh meninggalkannya, melaingkan harus
berpegang teguh dengan mazhab itu. Klaim ini, tiada lain lain hanya untuk
mengelabui orang-orang awam dan orang-orang yang kurang mengerti supaya mau
mengikuti apa yang mereka inginkan. Berarti, umat Islam yang mengikuti salah
satu dari imam-imam mazhab itu juga disebut Salafi karena telah mengikuti salah
satu pendapat Salaf. Namun, Salafi yang satu ini (Salafi Wahabi) justru tidak
mengikuti ulama Salaf, melainkan pendapat Muhammad ibnu Abdul Wahab yang hidup
di abad kesebelas (seribu seratus tahun sejak masa Rasulullah Saw.).
Oleh karena itulah, mereka lebih layak disebut dengan
Salafi Wahabi. Selain mengikuti pendapat Ibnu Abdul Wahab, mereka juga
mengikuti Ibnu Taimiyah yang hidup di abad ketujuh Hijriah. Apakah
Ibnu Taimiyah Salaf? Tentu bukan, karena dia hidup setelah tujuh ratus tahun
masa Rasulullah Saw,.Namun anehnya, mereka selalu mengklaim mengikuti Salaf dan
mmenamakan diri dengan Salafi. Padahal sesungguhnya, masih lebih Salafi para
pengikut imam mazhab-semisal mengikuti Mazhab abu Hanifah, Malik, atau
Syafi’i-daripada mereka yang mengaku Salafi, karena para pengikut imam mazhab
(orang-orang yang bermazhab) itu benar-benar mengikuti ulama Salaf (yakni para
pendiri mazhab tersebut). Apalagi, ketika faham Salafi Wahabi justru banyak
yang melenceng dari pemahaman lurus yang dianut oleh mayoritas umat ini (as-sawad
al-a’zham).
Kesimpulan
Wahabi adalah nama sebuah aliran yang dinisbatkan kepada
nama pendirinya yang bernama Muhammad ibnu Abdul wahab ibnu sulaiman
an-Najdi. Ia lahir di kota Ayinzzah yang terletak di wilayah Najd tahun
1115 hijriah ( 1703 Masehi) dan wafat tahun 1206 hijriah (1792 Masehi). Ia
wafat dengan umur sekitar 91 tahun.
Sejak
kecilnya, Syekh Muhammad memiliki minat yang sangat besar terhadap buku-buku
Tafsir, Hadist, dan prinsip-prinsip keimanan (akidah). Sejak perkembangan
usianya yang masih remaja, syekh Muhammad memandang kegiatan-kegiatan ibadah
keagamaan penduduk Najd sebagai hal yang menyimpang. Hingga akhirnya dia
mendakwahkan ajaran-ajran barunya dari kota ke kota. Ajarannya tersebut sangat
ditentang keras oleh ayah dan juga kakaknya. Dan Sejak wafat ayahnya,
syekh Muhammad mulai bergerak mendakwahkan keyakinan agamanya sendiri serta
menolak praktik keagamaan para penduduk.
Dia
meyebarkan ajarannya dengan cara masyarakat harus mengikuti ajarannya, jika
masyarakat tersebut menolak maka akan diperangi dan dirampas harta kekayaannya.
Muhammad bin Abdul Wahab meyerukan kepada Masyarakat tentang tauhid
(monoteisme) namun tauhid yang keliru yang ia dakwahkan. Siapa saja yang taat
maka akan memiliki jaminan keselamatan sepanjang hidupnya, dan harta miliknya
akan diperhatikan. Sementara itu, orang lain, yang melarat kehidupannya, di
bunuh seperti orang kafir dan harta miliknya boleh diambil karena sesuai ajaran
agama adalah halal dan diperbolehkan.
Syekh
Muhammad bin Abdul Wahab wafat pada tahun 1206 H. Setelah wafatnya, para
penerusnya meneruskan kebijaksanaan politik ini. Para penerusnya menamakan
mereka salafi wahabi. Wahabi berganti baju menjadi Salafi atau terkadang
“Ahlussunnah” yang seringnya tanpa diikuti dengan kata “Wal Jamaah”, karena
mereka merasa risih dengan penisbatan tersebut dan mengalami banyak kegagalan
dalam dakwahnya.
Akidah-akidah
yang pokok dari aliran wahabiyah pada hakekatnya tidak berbeda dengan apa yang
telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiah. Perbedaan yang ada hanya dalam cara
melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahya dapat
disimpulkan dalam dua bidang, yaitu tauhid dan “bidat”.
Dalam bidang ketauhidan mereka
berpendirian berikut :
1. Penyembahan
kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh.
2. Orang yang
mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk
golongan musyrikin.
3. Termasuk dalam
perbuatan musyrik memberikan kata pengantar dalam sholat terhadap nama Nabi-Nabi
atau wali atau Malaikat (seperti Sayyidina Muhammad).
4. Termasuk kufur
memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur’an dan Sunah, atau
ilmu yang bersumber akal pikiran semata-mata.
5. Termasuk kufur
dan Ilhadjuga mengingkari qadar dalam semua perbuatan dan penafsiran qur’an
dengan jalan ta’wil.
6. Dilarang
memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa (wirid) cukup
dengan menghitung jari.
7. Sumber syariat
islam dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber lain
sesudahnya ialah sunnah Rasul.
8. pintu ijtihad
tetap terbuka dan sipapun boleh melakukan ijtihad, asal sudah memenuhi
syarat-syaratnya.
Hal-hal yang dipandang bid’ah oleh
mereka dan harus diberantas antara lain: berkumpul bersama-sanma dalam
mau’idan, orang wanita mengiring jenazah, mengadakan pertemuan Zikir, bahkan
mereka merampas buku-buku tawassulat,bahkan kegiatan sehari-hari juga
dikategorikan dalam bid’ah seperti rokok, minum kopi, memakai pakaian sutra
bagi laki-laki, bergambar,memacari kuku dll
Daftar Pustaka
Idahram Syaikh, 2011. Sejarah
Berdarah Sekte Salafi Wahabi. Yokyakarta : PUSTAKA Pesantren.
Idahram Syaikh, 2011. Ulama
Sejagad Menggugat Salafi Wahabi. Yogyakarta : PUSTAKA Pesantren
Subhani Ja’far, 2007. Syekh Muhammad
Bin Abdul Wahab & Ajarannya. Citra.
Salafy Abu, 2009. Mazhab Wahabi
Monopoli Kebenaran & Keimanan ala Wahabi. Jakarta : Ilya.
Yusuf as-Sidawi Abu Ubaidah, Meluruskan
Sejarah Wahabi. Jawa Timur : PUSTAKA AL-Furqon.
No comments:
Post a Comment