Tuesday, February 20, 2018

Media Massa dan Proses Politik


Media Massa dan Proses Politik

A.      MEDIA MASSA DALAM KEHIDUPAN POLITIK NEGARA

Peranan media massa dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat modern semakin besar. Hal itu tampak pada usaha penggunaan media massa untuk mmempercepat proses perubhan sosia di negara-negara berkembang, ataupun penggunaannya untuk kammpanye politik, advvertensi, dan ropaganda.

Penggunaan media massa untuk suatu kampanye tampaknya sangat esensial dalam kehidupan politik. Di Amerika, setiap ada pemilihan presiden media massa diseluruh negeri hapir selalu digunakan untuk kegiatan kampanye. Terutama kampanye melalui televisi merupakan hal yang menarik.

Di sini tampak peranan kammpanye melalui media massa sangat besar artinya bagi seorang kandidat. Tetapi, apakah setiap kampanye melalui media massa selalu menjajikan keberhasilan? Tampaknya tidak. Ada kondisi-kondisi tertentu yang mendukung keberhasilan suatu kampanye. Menurut Dennis McQuaill (2000), suatu kampanye kemungkinan berhasil jika ada kondisi tertentu yang mendukung pada situasi audience, pesan (message), dan sumber (source).

Untuk audiensi; pertama, kampanye harus dapat menjangkau khalayak yang luas. Kedua, audiensi yang dijangkau itu harus sesuai dengan sasaran kampanye. Ketiga, sifat khalayak yang dituju tidak mempunyai sikap antipati terhadap materi kammpanye. Keempat, kampanye akan berhasil jika didukung oleh struktur komunikasi interpersonal yang sesuai dengan yang diharapkan.

Kelima, audiensi benar-benar dapat memahami isi kampanye secara benar. Adapun pada kondisi pesan; pertama, pesan harus tidak mempunyai makna ganda (ambigu) dan sesuai dengan khalayaknya. Keduua, kampanye yang bersifat informatif akan lebih mudah berhasil daripada kampanye untuk mengubah sikap. Ketiga, materi kampanye bukanlah hal yang asing bagi khalayak melainkan sesuatu yang sudah akrab dengan mereka. Keempat, perlu adanya petisi atau pengulangan penyampaiaan lebih berpengaruh.

Pada sumber; perlu adanya kondisi sebagai berikut; pertama, usaha adanya monopoli, yakni seluruh saluran komunikasi digunakan untuk menyampaikan pesan kampanye yang sama. Kedua, sumber mempunyai status yang tinggi di hadapan khalayak, mempunyai kepribadian yang menarik karena sebagai bintang atau pahlawan di masyarakat.

Ketiga, kondisi pada media yang digunakan: pertama, media yang digunakan adalah media yang akrab dengan khalayak, kedua, harus disesuaikan dengan sasaran yang dituju. Usahakan satu media dengan yang lainnya yang saling melengakapi.

Peranan komunikasi massa dalam kehidupan sosial memang sangat luas, tidak saja untuk kampanye dalam rangka komunikasi politik, tetapi seluruh kehidupan manusia modern tidak terlepas dari media massa. Adapun Daniel Lerner menemukan dalam peneliiannya di Trki bahwa perubahan sosial sanga dipengaruhi oleh penggunaan media massa (Lerner, 1958).

Namun, dari sekian banyak kesimpulan mengnai peranan media massa, ada suatu hal yang sangat menarik, yaitu apa yang dikemukakan oleh seorang sarjana psikologi, Fesbach dalam teori katarsisnya. Ia berpendapat bahwa media massa pada dasarnya berperan untuk saluran agresi manusia. Jika seseorang berkeinginan membunuh atau berperang, untuk menyalurkan agresinya, ia cukup melihat film perang saja, dengan demikian akan tersalur kehendak agresinya.

B.      MEDIA MASSA DAN PROSES POLITIK: STUDI KASUS PROSES POLITIK DI AMERIKA SERIKAT

Pada 1976, Ford dan Jimmy Carter bersaing menjadi presiden Amerika Serikat. Semalam sebelum the great debate – perdebatan calon presiden di televisi- polling menunjukkan Ford lebih unggul 11 persen dari Carter. I Perdebatan, Carter tampil lebih memikat. Alhasil setelah perebatan polling menunjukkan Ford tertinggal 45 persen di belakang Carter. Ini berarti hanya dalam waktu sehari semalam televisi telah merugikan Ford 56 persen point.

Sejak saat itu, hampir semua calon presiden Amerika Serikat semakin terlibat menggunakan media massa, terutam televisi. Ada asumsi yang mengatakan populer tidaknya seorang calon presiden dipengaruhi oleh penampilannya di televisi. Asumsi demikian menyebabkan para calon presiden tidak segan-segan mengeluarkan biaya besar hanya untuk mempromosikan diri di televisi. Kekuatan Media massa dalam kancah pemilu di Amerika Serikat tidak disangsikan lagi.

C.      KETIKA MEDIA MEMILIKI “POWER”

Salah satu bentuk media massa yang paling dominan sekarang, tetapi sekaligus memiliki kekhasan adalah media penyiaran, khususnya televisi. Di era demokrasi liberal seperti sekarang, media penyiaran tidak cukup dipandang hanya sebagai kekuatan civil soviety yang harus dijamin kebebasannya, namun juga harus dilihat sebagai kekuatan kapitalis, bahkan politik elite tertentu.

Gejala ini sangat kentara dan nyata terluhat pada model pemberitaan atau progra current issue di televisi swasta, yang mengkhususkan pada berita. Impartialitas acap kali diabaikan. Pemilik yang sedang getol memobilisasi dukungan politik, bisa muncul setiap saat bak pahlawan di medianya. Sementara lawan politiknya cenderung dicerca habis dengan mengabaikan imparsialitas. Secara kasat mata meia TV oleh pemiliknya dipakai sebagai polotical tool gerakan yang dipimpinnya.

Padahal regulasi tentang keharusan imparsialitas bagi media penyiaran itu adalah kewajiban yang berlaku global di berbagai negara demokrasi. Terlebih telah diatur dalam UU 32/2002 tentan Penyiaran pasal 36 ayat 4 yang menyebutkan “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan glongan”. Kemudian, berdasarkan aturan KPI No.9/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran pasal 5 ayat e “Lembaga penyiaran menjunjung tinggi prinsip ketidak berpihakan dan keakuratan”.

Pasal 9 tentang prinsip jurnalistik: “ Lembaga penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan, dan ketidak berpihakan (imparsialitas).”

Persoalannya, bagaiman ketika prinsip dan ketentuan imparsialitas sudah begitu lama diabaikan. Sementara UU dan KPI diterjang. Sebenarnya KPI sudah memperingati media televisi yang sedang bermasalah ini. Tapi tampaknnya tabiat melanggar Imparsialitas terus saja kembali terus dulangi. Karena itu bisa dipahami jika ada pernyataan keras, dari pihak yang merasa  diperlakukan tidak adil.

No comments:

Post a Comment