Friday, February 16, 2018

MAKALAH TENTANG Pembentukan Akhlak, Pembinaan Akhlak, Manfaat Akhlak Mulia



BAB I
PENDAHULUAN
1.LatarBelakang

Manusia adalah makhluk yang memiliki kapasitas untuk melakukan penalaran berfikir, merasa dan berbuat atau bertingkahlaku. Kapasitas itu dimungkinkan karena manusia dibekali Tuhan dengan potensi akal, hati dan tubuh-jasmani. Namun untuk mampu mengembangkan kapasitas tersebut secara baik, fungsional, dan sempurna, manusia memerlukan pendidikan. Namun bagaimana dengan akhlak?
Islam merupakan agama yang berakhlak. Ini dapat dilihat bahwa akhlak merupakan salah satu perhatian terpenting dalam agama. Untuk menjadi berakhlak harus melalui tahap pembentukan akhlak.
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam.
Namun sebelum itu, masih ada masalah yang perlu diamati dengan seksama, yaitu bagaimana agar bisa memiliki akhlak yang baik? Dan lain-lain. Itulah yang melatar belakagi ditulisnya makalah ini.
2.    Rumusan Masalah
a.     Bagaimana cara membentuk akhlak mulia?
3.    Tujuan
a.     Untuk mengetahui cara membentuk akhlak mulia.

BAB II
PEMBAHASAN
      1. Arti Pembentukan Akhlak
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam.[1]
Menurut sebagian ahli, akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir.[2] Selanjutnya pendapat lain mengatakan, akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh.[3] Ibnu Miskawaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan lain-lain termasuk kelompok yang mengatakan akhlak adalah hasil usaha (Muktasabahah).
Pada kenyataanya dilapangan, usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dengan berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini mnunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada orang tua, saying kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya. Bayangkan saja jika anak-anak tidak dibina dalam hal akhlak?. Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat dimana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk pribadi, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram baik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentuksn akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada pada diri manusia, termasuk didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.
      2. Metode Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad  SAW. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak dapat pula dilihat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan yang baik yang selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.[4] Perhatian islam dalam pembinaan akhlak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran islam. Ajaran islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal salih dan perbuatan terpuji. Seperti dalam al-Qur’an:

$yJ¯RÎ) šcqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?ötƒ (#rßyy_ur öNÎgÏuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ  
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian itu mereka tidak ragu-ragu dan senantiasa berjuang dengan harta dan dirinya di jalan Allah. Itulah orang-orang yang benar (imannya). (QS. Al-Hujurat, 49: 15).
Pembinaan akhlak dalam islam juga terintegrasi dengan pelaksaan rukun iman. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akjlak. Misalnya, rukun islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik. Begitu juga pada butir-butir rukun islam yang lain, masing-masing mengandunga konsep tentang akhlak.
Berdasarkan analisis ersebut. Kita dapat mengatakan bahwa islam sanga memberi perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak, termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan rukun islam terhadap pembinaan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau system yang integrated, yaitu system yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan ini imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasrnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan.
Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama kelamaan tidak lagi terasa dipaksa.
Cara lain yang tak kalah ampuhnya adalah melalui keteladanan. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Cara yang demikian itu telah dilakukan oleh Rasulullah. Keadaan ini dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :

Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat contoh teladan yang baik bagi kamu sekalian, yaitu bagi orang yang mengharapkan (keridlaan) Allah dan (berjumpa dengan-Nya di) hari kiamat, dan selalu banyak menyebut nama Allah. (QS. Al-Ahzab, 33: 21).
Selain itu pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya dari pada kelebihannya.
Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan factor kejiwaan sasaran yang akan dibina.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Untuk menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang amat popular. Pertama aliran natifisme. Kedua, aliran empirisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Menurut aliran nativisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dll.
Menurut aliran empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan social,termasuk pendidikan dan pembinaan yang diberikan.
Selanjutnya pada aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh factor internal, yaitu pembawaan si anak, dan factor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dinuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social.
Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat berikut:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Al-Nahl, 16: 78).
Dengan demikian factor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu dari dalam merupakan potensi fisik, imtelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa anak sejak lahir, dan factor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua dirumah, guru disekolah, dan tokoh-tokoh serta pemimpin dimasyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut, mala aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan) dan psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak.
4. Manfaat Akhlak Mulia
Al-Qur’an dan hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia. Allah berfirman:
Barangsiapa mengerjakan perbuatan yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surge, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab. (QS. Al-Mu’min, 40: 40).
Selain ayat diatas, ada pula ayat lain yang memberi pemaparan mengenai akhlak mulia, misalnya pada surat an-Nahl ayat 97 dan pada al-Kahfi ayat 88.
Ayat ayat tersebut dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak yang mulia. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rizki yang berlimpah, dsb. Selanjutnya dalam hadits juga disebutkan leterangan tentang keberuntungan dari akhlak yang mulia, antara lain:
a.     Memperkuat dan menyempurnakan agama
b.    Mempermudah perhitungan amal di akhirat
c.     Menghilangkan kesulitan
d.    Selamat hidup di dunia dan akhirat
Uraian tersebut hanya menjelaskan sebagian kecil dari manfaat akhlak baik. Tentunya masih banyak lagi keuntungan akhlak.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ada beberapa cara yang digunakan dalam pembentukan akhlak. Pembinaan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau system yang integrated, yaitu system yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak. Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Selanjutnya yang tak kalah ampuhnya adalah melalui keteladanan. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Cara yang demikian itu telah dilakukan oleh Rasulullah.



DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2000. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), cet. II, hlm. 15.
Mansur Ali Rajab, Ta’ammulat fi Falsafah al-Akhlaq, (Mesir: Maktabah al-Anjali al-Mishriyah, 1961), hlm. 91.
Ibid., 90.
Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (terj.) Moh. Rifa’i, dari judul asli Khuluq al-Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993), cet. IV, hlm.





No comments:

Post a Comment